Ratusan tahun telah berlalu masa kejayaan Walisongo sebagai sekelompok
tokoh agama pada masanya, menyiarkan islam tanpa memakai kekerasan melainkan
masuk melalui budaya di tanah jawa. Kentalnya pemeluk agama Hindu dan Budha
pada masa itu tidak habis akal untuk berdakwah meneyelipkan nilai islam dalam
sebuah tradisi. Kita semua sebagai pemeluk agama islam warisan sudah
sepantasnya meluruskan sebuah anggapan dan nilai islam yang kental ritual islam
bercampur dengan ajaran agama hindu. Polemic bagi pembaharu untuk memisahkan
kemurnian islam dengan budaya local. Diterjangnya suatu tatanan dalam pelurusan
agama mereka beranggapan pembaharu adalah musuh, suatu problem yang harus
diselesaikan bersama dengan jiwa besar dan lapang dada.
Tidak dipungkiri dakwah islam membutuhkan alat sebagai sarana
penyampaian syariat islam. Percontohan yang nyata para pendakwah tokoh
walisongo banyak mengahsilkan karya baik tembang dan karya seni bahkan
permainan anakpun disisipi nilai islam. Semua tidak lepas bertujuan agar
menyampaikan dakwah islam pada waktu itu lebih mudah diterima di tanah jawa.
Seiring dengan perkembangan masuknya penjajah ke Nusantara tentunya seluruh
karya tokoh walisongo semakin tidak terpetakan, sekarang tinggal karya yang
tertulis dalam buku sisa tinggalan walisongo. Bahkan seluruh buku atau tulisan
jaman kerajaan sebagai suatu bukti sejarah dan karya nenek moyang kita seperti
hilang di telan bumi tanpa bekas dan jejaknya.
Menyalahkan seseorang bukanlah menyelesaikan masalah, mari kita anyam
lagi sejarah bangsa melalui sisa – sisa pelaku sejarah. Desa tanjung rejo
badegan merupakan desa perbatasan kec jambon dengan badegan. Suasana malam hari
sepi karena sebelah desa sudah terbangun gunung memanjang sejak Allah SWT
menciptakan bumi ini. Tepat pukul 20.00
wib di rumah salah satu ketua RT di desa tanjung rejo di selenggarakan pagelaran
Wayang dakwah dalam rangka ruwatan desa. Hadir juga kepala desa dan tokoh
masyarakat serta tokoh agama dalam pagelaran wayang dakwah malam tadi. Di
tengah hujan tak mengurangi niatan warga untuk mengikuti acara ruwatan desa
dengan menggelar wayang dakwah, sekitar 500 warga mememenuhi tempat yang telah
disediakan. Walau harus berdiri karena tempat duduk habis warga antusias mengikuti
sampai pagelaran wayang selesai.
Wayang dakwah ketika mendengar tentunya asing, tapi sebenarnya semua
sudah ada dalam cerita pewayanagan setiap tembung dan ukoro bahkan senjata
setiap tokoh pewayanagan mengandung unsure dakwah jika diterjemahkannya.
Sejarah wayang kulit merupakan tinggalan sunan kali jogo dimana dalam
perkembangan dakwahnya dari wayang golek di ubah menjadi wayang kulit. Alasan
perubahan tersebut secara syariaat agama islam, orang silam tidak boleh membuat
patung atau gambar menyerupai manusia karena nanti dituntut untuk menghidupkan
dan dalam keteranagan hadits jika dalam suatu rumah atau ruangan ada gambar
manusia atau patung manusia maka malaikat tidak mau masuk kerumah. Cikal bakal
wayang dakwah sudah jelas namun dalam perkembangan generasi wayang dakwah
hilang tanpa bekas. Munculnya wayang dakwah lagi di desa tanjungrejo menjadikan
wayang dakwah seperti bangun dari tidur yang setelah puluhan tahun matisuri.
Padepokan Wonosalam tanjung rejo memulai untuk kembali melestarikan budaya
orang jawa tinggalan walisongo. Setelah pertunjukan selesai dalang mengucapkan
salam dan permohonan maaf semoga semakin sering digelar wayang dakwah agar tahu
sebenarnya sejatine wayang kulit tinggalan poro ulama walisongo.
Post a Comment